By : Ricky Nelson (Violista Tarigan)
KRITIK TERHADAP PERKEMBANGAN MUSIK
DI INDONESIA
A. Latar Belakang Masalah
Musik merupakan suatu hal yang nyaris selalu berhubungan dengan kehidupan manusia. Pada awalnya musik digunakan sebagai media komunikasi, yang kemudian bergerak ke proses ritual dan agama, pengiring taria-tarian, drama, teater atau opera hingga kini menjadi suatu hiburan ditengah masyarakat[1]. Namun tidak diragukan lagi, bahwa eksistensi musik bolehi dikatakan selalu menyentuh pribadi setiap insan di dunia[2].
Musik pada masa sekarang sudah menjadi hal yang harus dipenuhi oleh setiap orang. Sama seperti manusia memenuhi kebutuhan pokoknya setiap hari, seperti makan, minum, sandang-pangan, dan sekarang musik adalah hal yang sangat penting bagi setiap umat manusia. Nyaris tidak ada manusia yang tidak pernah mendengar musik setiap harinya, menyayikannya, atau membicarakan musik yang terus berkembang, khususnya di Indonesia.
Menjawab kebutuhan manusia ini, para pihak-pihak tertentu seperti musisi, produser, perusahaan recording, media massa ikut membantu pemenuhan kebutuhan manusia tersebut. Salah satunya stasiun televisi swasta di Indonesia, menawarkan berbagai macam acara yang berkaitan dengan musik. Kuis tentang seputar musik, acara musik, mencari bakat musik dan sebagainya. Dan berbagai macam stasiun televisi juga sebagai salah satu media masa yang menawarakan banyak jenis kebutuhan manusia, salah satunya adalah musik.
Acara-acara musik yang sekarang ditayangkan sebagai salah satu acara favorit masyarakat, juga sudah banyak yang menayangkannya. Dengan begitu, banyak sekali kepuasan yang ditawarkan oleh stasiun televisi kepada masyarakat. Salah satunya Dering, nama acara musik yang ditayangkan di salah satu stasiun televisi swasta di Indonesia yang akan penulis bahas dalam tulisan ini.
B. Evaluasi
Waktu kegiatan berlangsung,
Hari : Senin
Tanggal : 22 November 2010
Waktu : 08.30-10.30 WIB
Nama Acara : Dering
Kegiatan penampilan group musik yang secara reguler (rutin/berkala) diadakan di salah satu stasiun televisi swasta di Indonesia, menghadirkan beberapa penampilan group musik secara live (langsung) dan beberapa pemutaran vidoe klip musik.
Kegiatan ini dipandu oleh empat orang pembawa acara secara bergantian, dan dua orang pemandu tambahan dalam satu sesi acara tersebut. Dimeriahkan oleh penampilan tiga group musik secara bergantian. Group musik tersebut adalah Kanan Lima, Ungu dan D’ Bagindas. Dalam acara tersebut vokalis salah satu group tersebut berkolaborasi dengan group musik lain, dan membawakan salah satu lagu mereka.
Tetapi ada juga group musik yang berkolaborasi dengan fans (penggemar) dan salah satu pemandu acara tersebut. Acara tersebut juga dimeriahkan dengan beberapa sesi request (permintaan) lagu dan video klip dari group musik lainnya, cerita tentang masalah kawula muda; seperti masalah percintaan, persahabatan dan acara ini dipandu dengan sangat menarik oleh pemandu acaranya.
Penampilan pertama dalam acara ini, dibuka dengan sebuah video klip dari group musik lain. Dan kemudian group musik D’ Bagindas membawakan sebuah lagu mereka yang dinikmati oleh para pemirsa di studio. Selang jeda beberapa saat, kemudian group musik Ungu membawakan dua buah lagu mereka, yang kemudian diselangi jeda dan diteruskan oleh group musik Kanan Lima dan kolaborasi antara vokalis group musik Kanan Lima dengan group musik Ungu.
Selang jeda, pemandu acara memandu kedalam sesi cerita tentang seputar permasalahan kawula remaja. Dan kemudian dilanjutkan dengan group musik Ungu yang membawakan sebuah lagu. Setelah itu jeda dan dibuka kembali oleh group musik D’ Bagindas yang berkolaborasi dengan salah satu pemandu acara tersebut. Kemudian pemutaran beberapa video klip musik, dan ditutup oleh group band Ungu.
C. Pertimbangan
Kegiatan seperti ini sudah banyak diadakan di beberapa satsiun televisi swasta maupun televisi nasional. Bahkan ada yang sudah memulainya sebelum acara Dering ini berlangsung. Mengahadirkan beberapa group musik dan pemutaran beberapa video klip musik, dan pemirsa di studio mereka adalah anak-anak muda.
Namun yang menjadi permasalahan bukan kegiatan yang berlangsung, tetapi perkembangan group musik di tanah air sekarang mulai merosot. Mayoritas group musik sekarang mengikuti selera atau keinginan masyarakat, yang menginginkan sebuah lagu yang membuat mereka terus berkhayal dan menikmati sesuatu yang semu dan yang mereka damba-dambakan. Hal ini bukan karena keinginan semata, tetapi masyarakat menciptakan sesuatu yang irasional dan impulsif dalam kehidupan mereka yang menjadi emosi kuat tertanam dalam jiwa dan pemikiran mereka[3].
Dalam hitungan jumlah group musik di Indonesia sudah sangat banyak dan menjamur. Hampir setiap harinya ada yang menawarkan demo lagu mereka dan hampir setiap minggunya ada group band baru dengan genre / style / motif atau jenis yang sama. Tema-tema yang ditawarkan juga sama, seputar permasalahan sosial, dalam hal ini yang dimaksudkan adalah masalah perasaan terhadap sesama manusia (percintaan), dibawakan dengan nada yang sederhana, mudah diingat, dan tanpa pergerakan musik yang menarik.
Penurunan yang sangat drastis ini, menunjukkan bahwa kekreatifan musisi tanah air mulai menurun, dan mencoba sesuatu yang mudah dibuat dengan tujuan pada ketertarikan masyarakat/pendengar untuk mendengarnya. Berbeda sekali dengan lagu dan karya musik yang dihasilkan oleh musisi sebelum generasi sekarang. Sebut saja group musik Arwana, Voodo, Stinky, Slank pada tahun 1990an atau generasi jauh sebelum zaman mereka seperti Koes Ploes, Panbers dan lainnya.
Group-group tersebut masih sangat memperhatikan kualitas musik mereka, dari lirik, melodi, harmoni, skill individu, emosi para pemainnya, serta kekompakan permainan mereka. Mereka sangat memperhatikan semua bagian penting yang menunjukkan kualitas musik dan mereka sendiri sebagai musisi. Namun dalam perkembangannya yang sekarang, banyak para personel group musik melupakan hal tersebut. Penurunan kualitas ini dipengaruhi banyak hal, seperti kurang kreatifitas yang identik dengan kemalasan untuk mencipta karya musik, mengaransemen musik yang bagus, alasan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat saat ini. Padahal seharusnya group musik itu yang menjadi sarana penciptaan sarana kebutuhan masyarakat ( dalam hal ini yang dimaksudkan adalah emosi masyarakat terhadap musik ). Alasan inilah yag kemudian menciptakan masyarakat yang senang terhadap musik seperti sekarang. Dan group musik yang lainnya juga ikut-ikutan mencipta karya seperti yang diingini masyarakat.
Perbandingan dengan group musik jauh sebelum mereka seperti sejarah yang dilupakan, dan meninggalkan mereka pada zamannya. Group musik sekarang menjadikan masyarakat seperti anak kecil yang berusia 6-7 tahun yang mampu mendengar. Mereka sensitif terhadap bentuk melodi yang konstan, walupun melodi dan pola naik-turun dengan perubahan pitch tetap akan direspon sebagai musik yang sama[4]. Hal ini menjadikan prilaku masyarakat dalam hal ini sebagai pendengar dan penikmat menjadi kurang kompeten dan cenderung senang terhadap musik yang monoton, dengan jenis yang sama.
Dalam pendapat tentang perbandingan kualitas yang penulis sampaikan, bukan bermaksud menyamakan semua group musik yang ada di Indonesia. Penulis menyampaikan penurunan kualitas musik dalam sebagaian besar group musik yang lagi digandurungi oleh masyarakat luas. Sehingga banyak menciptakan musisi yang mengikuti pasar selera masyarakat.
D. Analisa
Bila kita mau menganalisa musik yang ada sekarang, motif, melodi serta akornya kebanyakan punya kemiripan yang sangat jelas. Bahkan tema-tema yang dihadirkan juga nyaris punya kesamaan, yaitu seputar kisah percintaan antara dua manusia.
Penulis akan mengambil satu contoh lagu yang penulis maksudkan sebagai suatu penurunan kualitas yang pada masa sekarang disenangi oleh masyarkat di Indonesia, ST 12. Nama sebuah group musik yang mempunyai jenis musik serapan dari budaya luar ( dalam hal ini, penulis maksudkan adalah kebudayaan asli negara lain yang masih dipertahankan, dalam segala bentuk seperti bahasa, kebudayaan dan sistem pemerintahan), yaitu budaya melayu. Group musik ini mengidentikkan diri mereka sebagai group musik melayu, yang pada hakikatnya bukanlah seperti itu. Namun melihat ke negara asli melayu, Malaysia yang telah melahirkan group musik yang tenar di era 1990an, mengilhami mereka unutk membuat jenis musik ST 12 seperti layaknya group musik melayu tersebut.
Misalnya dalam lagu Isabella yang di bawakan kembali oleh ST 12, lagu tersebut merupakan lagu yang dipopulerkan dari negara Malaysia, yang sangat populer di beberapa negara Asia Tenggara. Bahkan sempat menarik perhatian dari beberapa negara Asia Timur dan Asia tengah, seperti Jepang, Cina, dan Taiwan. Lagu ini sebenarnya menceritakan seorang wanita yang bernama Isabella, yang sedang menjalani hubungan percintaan dengan seorang pria. Namun kisah percintaan mereka punya hambatan dari adat mereka yang berbeda. Dalam lagu ini, seang penyanyi seperti menyesali pertemuan mereka, hingga jatuh hati dan terpisah kerena adat yang berbeda dan tidak bisa disatukan.
Dalam lagu asli yang dibawakan group musik asal Malaysia; Amy Search, lagu ini dibuat melodius dan sangat menyentuh emosi pendengarnya. Dibuat dengan tempo yang lambat / andante ( 60-70 bpm ), beat 8 ( pada ketukan drum set dan bass )dan melodi yang dibuat mengambil bentuk tangga nada minor natural ( tanpa ada penaikan nada ke 4, 6 atau nada ke 7 ) secara keseluruhan, dan sedikit menggunakan melodi minor harmonis ( nada ke 6 dan 7 dinaikkan ). Begitu juga dengan akor yang dimainkan juga merupakan akor-akor minor. Dan bentuk akor yang digunakan dalam pargraf lagu mempunyai bentuk yang sama di tiap paragarafnya. Contoh lagunya:
vi ii V vi
Isabella adalah, kisah cinta dua dunia
vi ii V vi
Mengapa kita berjumpa, namun akhirnya terpisah
Sedangakan bentuk akor yang ada pada bentuk paragraf utamanya ( refrein ), juga menggunkan akor minor dan akor minor iii yang diubah menjadi mayor III7, seperti contoh berikut.
ii V I III7 vi
Dia... Isabella... Lambang cinta... dan prahara
ii V IV I
Terpisah karena, adat yang berbeda
ii V III III7
Cinta gugur bersama... Daun-daun kekeringan
vi ii V I
Haluan hidupku terpisah dengan Isabella
vi ii V I
Terbayang lambaiannya, saatku terbakar kehangatan
IV ii V IV I
Siang jadi hilang, ditelan kegelapan malam
ii V III
Alam yang terpisah melenyapkan sebuah kisah.
Namun setelah dibawakan kembali oleh group musik ST 12, musik dan maknya menjadi berubah. Lagu yang semula dibawakan dalam tempo andante, kemudian dirubah menjadi tempo moderato ( 100-110 bpm )/ sedang dan nada-nada yang dibawakan juga ikut mengalami peningkatan tempo sehingga merubah makna yang sebenarnya sangat menyentuh emosi atau sedih menjadi makna yang sedikit bersemangat.
Penurunan kualitas, kreatifitas dan pemaknaan sebuah lagu dari group musik yang membawakan sebuah lagu recycle dengan arransemen mereka, ini yang penulis anggap sebagai sebuah bentuk tidak menghargai sebuah karya asli yang pernah dibawakan oleh group musik sebelumnya.
Begitu juga dengan group musik yang tampil mengisi di acara Dering, mengalami banyak penurunan, dari segi kata-kata, pargraf lagu yang tidak beraturan, makna yang kurang berarti, dan kesamaan tema yang dibawakan, sehingga kelihatan tidak punya kreatifitas dalam membentuk sebuah image group.
Pergerakan / progresi akor yang terjadi, motif ( melodi, ritmik, kelompok nada ) yang dibuat, alur pergerakan musik, dan harmoni hampir kurang diperhatikam. Ini menunjukkan kekurangan kreatifitasan mereka sebagai group musik, yang punya banyak kesamaan dalam berbagai hal seperti penulis jelaskan sebelumnya. Misalnya saja, progresi akor lazim digunakan dalam sebuah lagu yang sering dibawakan adalah I – IV – V – I. Dan untuk memberi sedikit variasi, sering menyelipkan sedikit akor minor sehingga progresnya menjadi I – V – iv – ii – V – I, atau I – V – vi – IV – V – I. Dan bila dalam sebuah lagu dimulai dengan akor minor, progresnya juga tidak jauh berbeda seperti, vi – IV – V – I, vi – ii –V – I atau iii – vi – ii – V – I.
E. Diagnosa
Dari semua group musik yang ada saat ini di Indonesia, mengalami banyak penurunan. Tentunya tidak semua group musik, tetapi sebagian besar memang mengalami penurunan kualitas dan kreatifitasnya sebagai musisi. Hanya dengan bermodal tau memainkan alat musik dengan benar dan rapi, juga lirik lagu yang catchy / easy listening / gampang untuk dinikmati, membuat menjamurnya group musik dengan jalur dan jenis musik yang sama.
Alasan utama mereka adalah pasaran musik di Indonesia, materi, dan ketenaran yang menjadikan banyaknya group musik yang sama seperti sekarang. Alasan seperti inilah yang kemudian diikuti banyak group musik yang baru atau sudah lama malang melintang di dunia musik Indonesia, para pendengar, dan tak kalah penting yang hampir dilupakan semua orang dalam penurunan ini adalah pihak perusahaan rekaman yang sudah memasarkan group musik tersebut.
Tetapi banyak sekali masyrakat luas tidak mengerti akan penurunan ini. Kalangan masyarakat seakan-akan sudah dibuat mabuk kepayang dengan lagu-lagu seperti sekarang. Dengan penjelasan lain, para group musik, produser dan pihak record sudah mengerti akan emosi tiap para pendengarnya, dan para pendengar merespon positif terhadap hal ini. Selanjutnya, mereka tetap melanjutkan apa yang sudah dilakukan seperti sekarang.
Memang pihak group musik dan para produser serta recording tidak bisa disalahkan sepenuhnya. Mereka hanya ingin memuaskan para penikmatnya lewat emosi para pendengar musik atau masyarakat luas.
Ada enam model emosi[5] khususnya untuk penikmat musik yang dapat penulis jabarkan yang berkaitan dengan penjelasan diatas.
1. Model Pikiran Sehat.
Pandangan intuitif terhadap emosi adalah bahwa manusia merasakan beberapa stimulus atau situasi kemudian menimbulkan emosi yang relevan, dan emosi tersebut akan menyebabkan timbulnya berbagai respon dari tubuh manusia tersebut.
Model ini disebut juga sebagai pandangan akal sehat tentang suatu emosi manusia, oleh Cornelius.
2. Model Naif james Lange
Model emosi ini dikemukakan oleh Psikolog asal Amerika, Wlliam james (1842-1910) dan Denmark, Carl Lange (1843-1900). Menyatakan perbandingan terbalik terhadap penjelasan emosi diatas tentang pndangan terhadap intuisi. Mereka menjelaskan, bahwa emosi manusia timbul dari perubahan persaan yang menjalar ke seluruh tubuh. Emosi yang dirasakan oleh seorang manusia, akan dirasakan seluruh tubuh berupa reaksi tubuh seperti : jantung berdebar, tangan dan kaki gemetar, berkeringat sebagai emosi secara psikologis.
3. Model Neo-Jamesian
Menurut model ini, tubuh (viscera) tidak secara langsung merasakan stimulasi eksternal. Semua saraf sensori bekerja melalui sruktur kuno dalam otak yang diasosiasikan dengan refleks dan fungsi otonomik.
4. Model Naif Kognitivistik
Menurut Magna Ardnold, model kognitivistik, emosi sangat tergantung pada interprestasi dan penilaian kognitif atas objek serta situasi. Dengan penekanan individualistik, karena setiap manusia mempunyai perasaan dan emosi yang berbeda sarat cara yang merespon juga berbeda, maka manusia merasakan emosi mereka tergantung bagaimana dia memahami rekasi untuk diri sendiri dan bagaimana berpikir tentnag arti suatu kejadian.
5. Model Mandler
Gorge Mandler lebih melihat emosi sebagai suatu akibat dari sinyal kesadaran yang memberi tanda untuk me-re-valuasi atau memeperkirakan arti dan signifikan sesuatu kejadian pada saat itu juga. Model ini tidak berorientasi pada pengaruh langsung musik terhdap emosi, tetapi menekankan adanya proses kognisi untuk sampai pada akibat yang ditimbulkannya.
6. Model Integrasi
Reaksi untuk membuat suatu keputusan yang mempengaruhi terjadinya reaksi emosi menjadi lebih cepat dari waktu reaksi untuk mengenal stimuli.
Dari semua model emosi yang penulis jelaskan, mungkin inilah alasan mengapa para group musik di Indonesia menurun, karena pasaran yang ada ditengah masyarakat sedang dilanda emosi kebutuhan musik yang gampang, mudah di ingat dan dilupakan, serta mengenai intuisi para pendengarnya.
F. Komentar
Mengamati perkembangan musik di Indonesia yang mengalami penurunan kualitas musik, penulis mencoba menayakan pendapat beberapa kalangan masyarakat terhadap kondisi musik di Indonesia sekarang. Penulis menanyakan dari kalangan mahasiswa Institut Seni Indonesia, Yogyakarta yang penulis anggap punya sensitifitas terhadap musik yang ada sekarang. Adapun mahasiswa yang penulis ambil sebagai sumber informasi dan pendapat, tidak seluruhnya mahasiswa dari jurusan Musik Institut Seni Indonesia, ada juga dari jurusan Desaian Komunikasi Visual, Desain Interior, dan Seni Tari.
Berikut pertanyaan yang penulis ajukan beserta pendapat mereka dalam bentuk kolom dan pertanyaan dan pendapat.
Pertanyaan | Jawaban dan Pendapat |
Bagaimana pendapat anda tentang keberadaan group musik di Indonesia sekarang? | - Sebagian bagus, tetapi sebagian besar kurang begitu bagus - Semuanya ada karena faktor materi / uang, bukan berdasarkan kebutuhan. Tetapi sekedar untuk mencari popularitas - Perusahaan recording mengikuti selera masyarakat dalam perkembangan group musik sekarang. Seharusnya perusahaanlah yang seharusnya menciptakan selera masyarakat terhadap musik - Perkembangan group musik sekarang sangat banyak terpengaruh oleh kebudayaan luar dan dari dalam, yang memunculkan kontra kualitas dan kuantitas ( contoh pengaruh budaya musik dari negara Jepang, Inggris dan Malaysia) - Group musik sekarang banyak yang kurang kreatif dari segi penyajian, penciptaan dan kualitas hasil musik |
Menurut anda, apa pengaruh musik yang ada sekarang terhadap masyarakat luas? | - Tidak ada sama sekali - Hadirnya kontroversi pendapat terhadap musik sekarang, antara penikmat dan penentang musik tersebut - Terciptanya group penggemar / fans club, atau group yang menentang terhadap musik tersebut - Gaya hidup, berpakaian / fashion, pola pikir mengarah pada sesuatu yang monoton dan kurang kreatif |
Apakah anda tertarik / tidak tertarik terhadap group musik sekarang? Alasan anda? | - Secara keseluruhan, kurang tertarik terhadap group musik sekarang, karena secara mayoritas dibuat secara asal-asalan. Dengan perkataan lain, musik sekarang dibuat asal jadi - Secara mendasar, kurang senang terhadap musik Indonesia. Jadi menanggapi hal tersebut sangat biasa saja - Tidak tertarik, karena kebanyakan group musik sekarang dimonopoli oleh group musik yang sudah lama / band yang sudah besar dan punya identitas yang kuat di jajaran musik tanah air. Juga dimonopoli oleh faktor materi yang berlimpah, bukan tujuan untuk mencari materi yang lebih banyak lagi, tetapi sekadar mencari popularitas - Tidak tertarik. Karena group musik sekarang kurang menyajikan nilai estetika dalam bermusik |
Bagaiaman pendapat anda tentang lagu- lagu recycle yang dibawakan group musik sekarang? | - Kebanyakan kurang menarik, karena banyak lagu recycle tersebut digarap dan menghasilkan hasil yang mempunyai makna berbeda dengan lagu aslinya sehingga menjadi kurang begitu menarik untuk dinikmati - Ada beberapa musisi yang menghargai karya aslinya dan digarap sedemikian rupa, sehingga menhasilkan karya recycle yang lebih bagus dan lebih bermakna. Tetapi ada juga musisi yang kurang menghargai lagu aslinya, dan menggarap lagu recycle menjadi lagu yang kurang bermakna dan tidak menarik untuk dinikmati - Menandakan group musik dan musisinya kurang kreatif - Bagus, sehingga mengahasilkan warna baru dalam dunia musik Indonesia - Bagus,dengan tujuan untuk menjaga karya musik itu tetap diingat, meski dengan beberapa penggubahan di bagian musiknya. |
Bagiamana pendapat anda terhadap kondisi group musik yang sering tukar personel dan group musik? | - Para musisi menjadi identik terhadap pencari materi dan popularitas. - Idealisme seorang pemain dalam sebuah group yang menjadi sumber utama perpecahan dalam sebuah group musik tersebut - Menciptakan persaingan yang baru dari berbagai macam sektor, seperti ide, kreatifitas, popularitas - Mencari sensasi di kalangan masyrakat - Kurang etis |
Dari pertanyaan dan pendapat diatas, memberi wawasan baru terhadap perkembangan musik di Indonesia. Sebagian besar alasan mereka menjadi dasar atas komentar terhadap perkembangan musik di Indonesia. Bukan berarti penulis hanya menuliskan kembali pendapat yang mereka berikan. Semata-mata hanya banyak kesamaan dalam pendapat yang akan penulis samapikan.
Menurut penulis, perkembangan musik sekarang dikategorikan sebagai perkembangan dalam banyaknya karya musik yang dibuat dan bisa dinikmati oleh masyrakat luas, begitu juga dengan musisi-musisi yang bermunculan satu per satu dan cara untuk memeperoleh hasil karya musik mereka yang kini dimudahkan dengan adanya internet dengan segala kemudahan yang ditawarkan didalamnya.
Namun dalam sudut pandang kualitas, estetika, etika dan makna sebuah karya musik yang ditawarkan sekarang, kebanyakan sudah jauh dari apa yang diharapkan. Kebutuhan yang sangat penting dari pihak-pihak yang mengembangkan musik ( produser, perusahaan recording, musisi, media massa) seperti materi dan popularitas, memang menjadi alasan utama penurunan kualitas dan kreatifitas bermusik para musisinya. Ironisnya, para masyarakat luas merespon dengan sangat positif terhadap penurunan kualitas tersebut.
Seharusnya pihak-pihak yang pengembang musik menjadi pusat untuk menentukan selera masyarakat terhadap musik. Bukan masyarakat yang menjadi pusat penentu musik di tanah air, seperti yang terjadi pada musik di Indonesia. Kecerobohan dalam memberikan kesempatan terhadap masyarakat untuk menentukan selera terhadap pasaran, akan mempunyai tindak lanjut terhdap perkembangan di berbagai sektor. Seperti semakin banyaknya group musik bermunculan yang menyajikan jenis musik yang sama, perubahan ekonomi masayarakat ( misalnya, karena sorang anak menyenangi sebuah lagu dan ingin mendengar terus menerus lagu tersebut, sang anak meminta kepada orang tuanya untuk membelikan sebuah compact disc beserta playernya, atau membeli sebuah telepon genggam yang mempunyai fitur pemutar mp3 ), perubahan pola pikir dan gaya hidup ditengah masyarakat yang dipengaruhi oleh popularitas sebuah group musik, peningkatan urbanisasi ke ibu kota karena ingin menjadi seorang musisi atau seorang penghibur seni masyarakat.
Hal-hal kecil seperti ini tidak begitu diperhatikan oleh pihak-pihak tersebut, dan menjadi satu kesalahan kecil yang berdampak sangat besar terhadap suatu populasi manusia, terutama di Indonesia. Tidak ditanggapi sengan serius oleh pihak tersebut, sebaliknya malah menawarkan pada masyarakat untuk bergegas menjadi seorang entertainer dengan kemampuan apa saja yang dimilikinya.
Pihak media massa juga ikut-ikutan melakukan kesalahan seperti yang dilakukan oleh pihak produsen musik. Stasiun televisi swasta di Indonesia banyak menawarkan acara mencari bakat dunia hiburan, yang paling umum terjadi adalah pencarian bakat di dunia musik. Hal ini menjadikan banyak masyarakat lain untuk menjadi seorang artis di dunia hiburan Indonesia. Tanpa mereka sadari, kepopularitasan yang akan mereka raih dalam ajang pencarian bakat, hanya sementara waktu. Tidak menjadikan mereka seketika itu menjadi artis besar.
Dampak yang sangat ironis bila diperhatikan bila pihak-pihak tersebut meneruskan apa yang sudah dilakukan sekarang, apabila mereka tidak mau tahu akan dampak yang mereka timbulkan di tengah-tengah masyarakat. Apalagi bila masyarakat juga masih terus menuntut pihak tersebut untuk meneruskan apa yang mereka kerjakan sekarang.
Termasuk group musik yang tampil di acara Dering tersebut, ada yang sudah memulai penurunan kualtas bermusik mereka dan mengikuti kemauan pasar agar mereka tetap populer. Tanpa mereka sadari, mereka sebenarnya sudah sangatlah populer di tengah masyarakat.
Dalam kondisi emosi dan psikologi manusia, sebagai seorang penghibur group musik sekarang memang benar mencerminkan kehidupan masyarakatnya. Dalam kesimpulannya, musik sangat canderung dan identik menimbulkan susana hati yang sama dalam diri pendengarnya[6], seperti penelitian yang dilakukan oleh T. Taniguchi ( 1991 ) dari universitas Kyoto, Jepang yang membandingkan orang dengan suasana hati berbeda mendengarkan dua jenis musik yang gembira / positif dan sedih / negatif. Dari penelitian yang dilakukannya, dia memperoleh hasil yang menjadi kesimpulan yang sama seperti yang penulis jelaskan diatas, dengan sedikit penambahan selain musik mempengaruhi perasaan, musik yang yang cocok antara musik dan arti bahasa meningkatkan memori.
Namun komentar dan kritikan yang penulis samapaikan sebatas pandangan dan pendapat penulis semata, sebgai suatu perbandingan bagi masyarakat luas. Semuanya kembali pada pendapat pribadi setiap orang dalam menanggapi perkembangan musik di Indonesia sekarang.
G. Daftar istilah
Eksternal : Mengenai bagian luar ( tubuh, benda atau sesuatu yang bersifat abstrak )
Impulsif : Tindakan tanap berpikir panjang dan kurang perhitungan atau dalam perkataan lain, mudah emosi / marah. Impulsif ini merupakan emosi. Ada juga yang punya kesamaan seperti impulsif, yaitu reaktif yang merupakan reaksi langsung terhadap emosi yang bergejolak pada saat yang bersamaan.
Intuisi : Daya atau kemampuan mengetahui atau memahami sesuatu tanpa dipikirkan telebih dahulu atau dipelajari; bisikan hati; gerakan hati
Irasional : Tidak berdasar penalaran yang sehat / tidak masuk akal
Kognitif : Berhubungan dengan atau melibatkan Kognisi ( kegiatan atau proses memeperoleh pengetahuan ); yang melibatkan aktifitas mental termasuk memperoleh dan memproses informasi atau pengetahuan yang faktual dan empiris
Kognitivistik : Perubahan persepsi dan pemahaman yang tidak selalu berbentuk tingkah laku yang dapat diamati dan diukur
Pitch : Kualitas suara yang secara khusus merupakan fungsi dasar dari frekuensi –jumlah osilasi perdetik ( disebut Hertz, disingkat Hz ) dari obyek suara atau pertikel udara yang dihasilkannya
Relevan : Saling berkaitan – sangku paut.
Kepustakaan
Christ, William and Delone, Richard, Introduction of Materials and Structure of Music. Eanglewood, New Jersey: Prentice-Hall Inc. 1975.
Djohan, Psikologi Musik, cetakan ke-2. Yogyakarta: Buku Baik. 2005.
Setiawan, Erie, Short Music Service. Bandung: Phropetic Freedom Project. 2008
Prier SJ, Karl Edmund, Ilmu Bentuk Musik, cetakan ke-1. Yogyakarta: Kanisius. 1996
www.penchenk.blogspot.com
[1] Erie Setiawan. Short Music Service. Bandung: Phropetic Freedom Project. 2008. Hal 53
[2] William Christ, Richard Delone, Introduction of Materials and Structure of Music. Eanglewood, New Jersey: Prentice-Hall Inc. 1975. Hal 1
[3] Djohan. 2005: Psikologi Musik. Yogyakarta: hal 50
[4] Ibid hal 30
[5] Ibid, hal 43-46
[6] Ibid hal 51
Tidak ada komentar:
Posting Komentar