20110314

Globalisasi Budaya, Musik dan Etnomusikologi


“Tempora Mutantur et nos Mutamur Illis.”
 Waktu berubah dan kita ikut berubah di dalamnya
(dikutip dari Daeng, 2005: x)

Kutipan singkat di atas kiranya dapat memberikan gambaran bagaimana manusia terus menerus berubah seiring dengan perubahan waktu. Perubahan waktu tidak hanya mengacu pada ‘waktu’ itu sendiri, melainkan, perubahan juga terjadi pada segala sesuatu yang terdapat dalam ‘waktu’ (baca: masa) tersebut. Dalam konteks budaya, ini berarti bahwa, manusia beserta pola-pola kehidupannya terus berubah, pararel dengan berjalannya sang waktu. Namun, dari perspektif yang berbeda, kita juga dapat melihat bahwa segala perubahan yang terjadi sejalan dengan perubahan waktu, sebagian merupakan hasil dari perbuatan manusia itu sendiri. Teknologi, misalnya, yang dari masa ke masa semakin mempengaruhi dan menjadi bagian dari kehidupan manusia, pada dasarnya merupakan hasil karya manusia itu sendiri. Perubahan waktu atau masa umumnya diikuti oleh perubahan pola-pola kehidupan manusia. Dengan kata lain, waktu atau masa tertentu identik dengan pola-pola kehidupan tertentu.
                Banyak kalangan menggunakan istilah ‘era globalisasi’ untuk menyebut kondisi kehidupan dewasa ini. Apa keterkaitan antara globalisasi budaya dan etnomusikologi? Mengapa globalisasi budaya dapat dipandang sebagai tantangan bagi etnomusikologi? Pertanyaan-pertanyaan tersebut akan saya jawab melalui pembahasan dalam makalah ini. Pertama, saya akan memaparkan secara singkat fenomena globalisasi dan apa yang dimaksud dengan globalisasi budaya. Dalam konteks ini, saya memandang globalisasi dengan menggunakan konsep ‘-scape yang dikemukakan oleh Arjun Appadurai. Selanjutnya, saya akan memberikan gambaran tentang pengaruh globalisasi terhadap musik, disusul dengan pemaparan singkat tentang pandangan-pandangan terkait ‘apa etnomusikologi itu.’ Terakhir, saya akan memberikan pandangan tentang bagaimana globasisasi, yang mempengaruhi kehidupan musik, pada gilirannya cukup berpengaruh terhadap studi etnomusikologi.
Globalisasi Budaya

Pendapat-pendapat di atas mengindikasikan bahwa terjadi deteritorialisasi budaya. Budaya, yang dalam pandangan “tradisional” selalu diidentikkan dengan lokal atau masyarakat tertentu, kini mulai menghilang. Yang terjadi adalah saling tukar-pinjam (exchange) unsur-unsur antar kebudayaan-kebudayaan yang ada di dunia. Budaya-budaya yang sebelumnya dianggap saling terpisah antara satu sama lain kini tidak lagi demikian; batas-batas itu menjadi kabur (blurred). Lalu, apa yang dimaksud dengan globalisasi budaya? Untuk memberikan kerangka terkait apa yang dimaksud dengan ‘globalisasi budaya,’ berikut ini saya mengutip pendapat Manfred Steger. Ia mengemukakan bahwa

Cultural globalization refers to the intensification and expansion of cultural flows across the globe. Obviously, 'culture' is a very broad concept; it is frequently used to describe the whole of human experience. In order to avoid the ensuing problem of overgeneralization, it is important to make analytical distinctions between aspects of social life. For example, we associate the adjective 'economic' with the production, exchange, and consumption of commodities. If we are discussing the 'political', we mean practices related to the generation and distribution of power in societies. If we are talking about the 'cultural', we are concerned with the symbolic construction, articulation, and dissemination of meaning. Given that language, music, and images constitute the major forms of symbolic expression, they assume special significance in the sphere of culture (2003: 69).

Untuk memahami fenomena globalisasi, paling tidak dalam makalah ini, saya menggunakan konsep ‘-scape’ yang dikemukakan oleh Arjun Appadurai (2006: 589). Konsep-konsep ini, yakni ethnoscape, mediascape, technoscape, financescape, dan ideoscape, dapat dipandang sebagai pembentuk globalisasi ketika mengalir (flowing). Dengan kata lain, kelima konsep ini, paling tidak oleh Appadurai, dipandang sebagai wahana yang dapat mengangkut materi-materi kultural melintasi berbagai batas yang ada—misalnya, batas nasional dan batas kebudayaan.
Musik dan Globalisasi Budaya
Bagaimana pengaruh globalisasi terhadap kehidupan musik-musik di dunia, termasuk di Indonesia? Untuk membahas permasalahan ini, saya akan mengaplikasikan konsep ‘­-scape’ yang dikemukakan oleh Appadurai dengan musik sebagai objeknya.
Etnomusikologi
Umumnya diyakini bahwa istilah ‘etnomusikologi’ pertama kali dilontarkan oleh Jaap Kunst, yang kemudian ia gunakan sebagai judul buku karangannya, yakni Ethnomusicology: A Study of Its Nature, Its Problems, Methods and Represent-ative Personalities to which is added A Bibliography (1959). Kendatipun demi-kian, sejauh ini definisi dari etnomusikologi masih menjadi perdebatan. Belum ada suatu definisi yang disepakati secara umum, dan yang ditemui justru beberapa tipe definisi. Sebagian kalangan mendefinisikan etnomusikologi berdasarkan apa yang dilakukan oleh seorang etnomusikolog; sebagian lagi membuat definisi berdasarkan sintesis atas apa yang dilakukan oleh kelompok sarjana ini; dan sebagainya (Nettl, 2005: 4). Ada juga yang mendefinisikan etnomusikologi ini berdasarkan musik yang menjadi objek studinya: etnomusikologi mempelajari tiga kategori musik, yakni musik dalam masyarakat-masyarakat non-literasi (musik primitif), musik dari budaya-budaya tinggi Asia dan Afrika Utara, dan musik rakyat (Nettl, 1964: 6-7).
Jenis objek studi, kendatipun demikian, bukanlah faktor utama yang mencirikan suatu disiplin. Jika seseorang mendefinisikan disiplin etnomusikologi berdasarkan jenis objek studinya—misalnya, tiga kategori musik yang dikemuka-kan Nettl di atas, ini akan sangat merugikan. Di satu sisi, suatu jenis objek tidak akan dapat dipahami secara menyeluruh, sehingga kontribusi objek bagi manusia akan menjadi sangat sedikit. Sebagai contoh, ketika musik dari masyarakat non-literasi (musik primitif), musik dari budaya-budaya tinggi Asia dan Afrika Utara, dan musik rakyat hanya menjadi objek studi etnomusikologi—atau hanya diperuntukkan bagi para etnomusikolog, maka musik-musik ini tidak dapat dipahami dari sisi psikologisnya, ekonomisnya, dan sisi-sisi lainnya. Dengan demikian, pemahaman terhadap musik-musik ini hanya akan memberikan kontribusi bagi etnomusikologi, dan hanya untuk tujuan-tujuan etnomusikologis semata. Ini berbeda halnya ketika musik-musik ini juga dipahami dari perspektif lain, misalnya psikologi atau ekonomi; pemahaman terhadap permasalahan ini akan memberikan sumbangan yang lebih banyak terkait berbagai persoalan yang dihadapi oleh manusia. Di sisi lain, disiplin etnomusikologi sendiri pada dasarnya berasal dari disiplin antropologi dan musikologi (kedua disiplin ini dipandang sebagai induk dari etnomusikologi), dan keduanya memiliki objek yang sangat berbeda (antropologi mempelajari masyarakat, sementara musikologi mempelajari musik). Pertanyaannya, mengapa bisa muncul pandangan bahwa etnomusikologi adalah bidang studi yang mempelajari masyarakat non-literasi (musik primitif), musik dari budaya-budaya tinggi Asia dan Afrika Utara, dan musik rakyat?
Pendefinisian etnomusikologi yang hanya didasarkan pada objek studi, dalam tataran yang paling sepele, akan memunculkan fenomena demikian: betapa kebakaran jenggotnya si A (seorang yang selama ini mengaku berkecimpung dalam dunia etnomusikologi) ketika menyaksikan si B (seorang musikolog—sarjana musik) sedang melakukan studi terhadap suatu objek yang oleh si A dianggap sebagai lahan etnomusikologi. Yang terlontar dari mulut si A hanyalah ungkapan “Mereka merebut lahan kita!” Ilustrasi ini menggambarkan bahwa sebagian orang yang selama ini berkecimpung dalam bidang etnomusikologi atau yang mengaku sebagai seorang etnomusikolog seringkali merasa “direbut lahannya” oleh mereka yang disebut sebagai musikolog. Padahal, seperti yang dikemukakan oleh Ivo Supičić,

… there would be no roles for separate … musicology and ethnomusicology; but there would still be a distinction between the musicological and ethnomusicological approaches, the first to the thing in itself, the second, to the thing in its cultural context as one of quite a number of other contexts … As it is well known, these views are not shared by all musicologists and ethnomusicologists (1987: 28).

                Kutipan di atas mendukung pendapat saya, bahwa yang membedakan suatu disiplin dengan disiplin lainnya—dalam hal ini adalah dua disiplin yang dipandang sangat dekat, yakni musikologi dan etnomusikologi—bukanlah objek, melainkan pendekatan-pendekatan yang digunakan. Hal ini senada dengan yang dikemukakan oleh Alan P. Merriam dalam bukunya yang berjudul The Anthropology of Music (1964). Merriam mengungkapkan bahwa etnomusikologi merupakan ‘studi musik dalam kebudayaan’ (1964: 109), bukan ‘studi terhadap jenis musik tertentu.’ Jadi, etnomusikologi adalah studi yang dapat mempelajari musik apapun, tetapi dalam konteks budayanya. Selanjutnya, Merriam meng-anggap bahwa penelitian lapangan adalah pekerjaan yang esensial dalam etnomu-sikologi, dan ia mengajukan sebuah model untuk melakukan studi musik dalam kebudayaan—yakni penyelidikan terhadap konsep tentang musik, perilaku yang berkaitan dengan musik, dan bunyi musik itu sendiri (1964: 32-33). Hasil-hasil yang diperoleh dari studi-studi para etnomusikolog ini kemudian dikomparasikan untuk mencapai suatu generalisasi terkait suatu fenomena musikal tertentu.
                Akhirnya, berdasarkan pemaparan di atas, dan dengan mengutip pernyata-an Nettl (1992: 377) dapat disimpulkan bahwa karakteristik dasar dari disiplin etnomusikologi adalah (1) studi musik dalam kebudayaan, (2) studi komparatif musik-musik di dunia, (3) menggunakan penelitian lapangan, dan (4) mempelajari semua jenis musik yang dimiliki oleh suatu masyarakat. Hal yang menarik adalah bahwa, masyarakat dan kebudayaan di dunia belakangan ini mengalami perubah-an besar seiring dengan munculnya fenomena yang disebut dengan ‘globalisasi.’ Keadaan ini menjadi tantangan bagi etnomusikologi ketika sebagian besar etnomusikolog, terutama di Indonesia, masih memandang kebudayaan dengan perspektif “tradisional”—diidentikkan dengan lokal tertentu, terisolasi.
Jika musik dipandang sebagai salah satu unsur dalam kebudayaan, maka dapat diasumsikan bahwa berbagai perubahan yang dialami oleh masyarakat dan kebudayaan akan berpengaruh pula terhadap musik yang terdapat di dalamnya. Selanjutnya, perubahan yang terjadi dalam musik, masyarakat, dan kebudayaan akan berdampak pada studi-studi etnomusikologi yang dilakukan dewasa ini. Pada bagian berikut, saya akan memberikan sedikit gambaran tentang globalisasi dalam kaitannya dengan studi etnomusikologi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar