Alat penghasil bunyi yang kita sebut dengan instrumen musik sangat lekat dengan budaya-budaya musik lokal serta merupakan suatu bagian dari aliran budaya global dimana mereka terbawa arus dan dibawa ke tempat baru (baik di tangan musisi, touris, kolektor, atau curator museum). Faktor-faktor yang menyebabkan perpindahan instrumen musik di berbagai belahan dunia terkait dengan berbagai perubahan sistem sosial, kultural, ekonomi dan politik, nilai dan maknamya di negosiasikan dan di adu dalam arena kultural yang beragam. Perpindahan instrumen musik melintasi batas-batas kultural merupakan masalah yang sangat problematic dan sensitive, seperti halnya ‘world music’ yang merupakan sebuah prmasalahan yang rumit dan penuh perdebatan. Terlepas dari semua itu instrumen musik merupakan sesuatu yang simbolis dan emblematis bagi masyarakat-masyarakat dan tempat-tempat seperti fenomena musik lainnya. Apa yang saya sebut “Instrumen musik dunia” adalah instrumen-instrumen yang mengalami perpindahan transnasional sebagai barang konsumsi, perdagangan kerajinan-kerajinan “etnis” internasional, pariwisata global, dan bisnis musik jutaan dolar serta industry perakitan instrumen musik. Di sini, instrumen-instrumen musik di masukkan ke dalam teritori-teritori kebudayaan yang baru dan keluar dari wilayah pengalaman orang-orang yang saat ini memiliki instrumen itu. Bersamaan dengan itu, instrumen musik tetap dijumpai dalam konteks-konteks lokal di berbagai belahan dunia. Saat melihat peran instrumen musik dalam dunia modern, kita dapat dengan cepat masuk dalam perdebatan tentang hubungan antara objektifikasi dan modernitas, dan bagaiman orang-orang dan artefek-ertefek mereka di representasikan, di misrepresentasikan atau bahkan sama sekali tidak direpresentasikan sama sekali. Akhirnya disiplin apapun yang menyatakan dirinya sebagai “studi instrumen musik” haruslah juga melihat permasalahan ini.
Di sini saya berpendapat bahwa studi instrumen musik seperti studi etnomusikologi, antropologi, dan kajian budaya sekaligus berkaitan dengan studi fisika, ilmu kayu, dan sistematika biologis. Hal ini harus dilakukan karena, jika kita ingin memperoleh pemahaman yang lebih baik terkait kehadiran instrumen musik yang berpengaruh dalam aktifitas bermusik manusia dan bagaimana mereka (para pembuat dan para pemainnya) turut serta dalam membentuk masyarakat dan kebudayaan, demikian pula sebaliknya. Apakah kita melihat tempat instrumen musik dalam sistem-sistem kosmologi masyarakat lokal atau klasifikasi besar instrumen musik yang dibuat oleh para spesialis di Barat, semua skema ini merupakan sesuatu yang bersifat budaya ddalam satu hal atau hal-hal lainnya, dan ini terkait juga dengan sistem hegemoni satu jenis atau jenis-jenis lainnya. Instrumen-instrumen musik berpotensi memanifestasikan skema-skema semacam itu. Di dalam keseluruhan buku ini, perhatian pembaca di arahkan pada perbedaan kultural dan “world music”. Di sini saya akan mendiskusikan permasalahan-permasalahan ini dan permasalahan-permasalahan lainnya yang berkaitan dengan kajian budaya instrumen-instrumen musik.
Instrumen-instrumen musik dibentuk, disusun, dan diukir berdasarkan pengalaman personal dan sosial, da mereka juga dibangun dari beragam materi alam dan sintetis. Instrumen-instrumen musik hadir sebagai penyatuan dunia material, sosial, dan kultural, di mana mereka di konstruksi dan di hias berdasarkan kekuatan pikiran, kebudayaan, masyarakat dan historis, seperti juga halnya kekuatan kapak, gergaji, bor, pahat, mesin dan ekologi kayu.
Pembuatan instrumen musik (juga memainkannya) membutuhkan serangkaian kemapuan psikobiologis, sosio psikologis, dan sosio kultural (baik para pembuat seperti Antonio Stradivari, Leo Fender, atau satu dari ribuan pembuat lainnya, baik yang sudah mati ataupun masih hidup. Instrumen musik dapat member pemahaman yang unik terkait kerjasama tubuh-mesin dalam pengembangan, konstruksi dan cara memainkannya. Hasil penelitian Jhon Baily tentang lute Afganistan membantu untuk mengungkap bagaimana “sebuah instrumen musik transduces pola-pola gerakan tubuh menjadi pola-pola bunyi” dan bagaimana “interaksi antara tubuh manusia dan morfologi instrumen dapat membentuk struktur musik, menyalurkan kreatifitas manusia dalam arah yang dapat di prediksi” (Baely 1977, 275). Pada tataran lain sebagai sesuatu yang dikonstruksi dan dimaknai secara sosial, morfologi instrumen musik mengungkap aspek-aspek politik tubuh melalui bentuk, dekorasi, dan ikonografinya, sebagai perwujutan nilai-nilai, politik dan estetika komunitas para musisi di mana instrumen musik itu berada. Instrumen musik merupakan objek fisik dan metaforis, objek yang di konstruksi secara sosial dan sekaligus juga objek material. Pada kenyataanya, sebagai penghasil bunyi, instrumen musik “dikonstruksi secara sosial untuk menyampaikan makna” (Feld 1983, 78) dan menyimpan “berbagai makna”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar