Jenbe (jembe, djembe) adalah sebuah gendang yang bentuknya mengecil pada bagian tengahnya. Trdisi tradisi permainan jenbe lokal di wilayah-wilayah perkampungan terutama eksis di dalam kelompok-kelompok berbahasa manding di Guinea bagian utara dan Mali bagian selatan, di sekitar sungai Niger di antara kota Farannah, Guinea dan Koulikoro, mali (lihat Charry 2000, 196, peta 8). Jenbe telah menyebar seiring dengan arus urbanisasi koloni terdahulu, afrique, occidental francais, dan selanjutnya sebagai hasil dari terbemntuknya negara-negara merdeka seperti Guinea, Mali, Pantai Gading, Senegal dan Burkinafaso. Pusat tradisi jenbe yang penting saat ini yakni Conakry, Bamako, Abidjan, Dakar, dan Bobodeulaso, tidaklah terletak di pusat wilayah permainan jenbe, melainkan di wilayah yang berdekatan dengan area itu (lihat gambar 10.1).
TIGA KONTEKS PERMAINAN JENBE
Ensambel jenbe di hadirkan dalam konteks tarian lokal dan acara-acara permainan gendang serta perayaan komunal dan keluarga selama berabad-abad. Para pemain jenbe merupakan spesialis yang memperoleh pengetahuannya dari trdisi yang di peroleh secara turun-teurun, kompetensi personal, memiliki instrumen secara pribadi (sebagian besarnya seperti ini), dan pekerjaan mereka serta kreatifitas dalam pertunjukan individual. Mereka hanya bermain ketika terlibat dalam kesmpatan-kesempatan tertentu, dan, di pusat-pusat perkotaan, memperoleh penghidupan dengan cara ini. Praktikmusik professional di Afrika Barat seringkali di asosiasikan dengan kelompok-kelompok sosial griod yang berbeda (dalam bahasa Bamana dan bahasa-bahasa Manding lainnya, di sebut dengan jelly) yang bertindak sebagai sejarawan oral, orang-orang yang menyanyikan doa, mediator sosial, serta musisi-musisi dalam perayaan dan musik populer, dan lain sebagainya. Kendatipun demikian praktek-praktek permainan jenbe ini tidak dimiliki secara esklusif oleh kelompok griod. Ini merupakan profesi bebas di wilayah perkotaan Afrika Barat.
Sejak akhir 1950an, jenbe telah di integrasikan ke dalam program-program balet, baik dalam ansambel-ensambel folkloris yang di sponsori oleh swasta dan pemerintah (komunal, regional dan nasional) di Afrika Barat. Berbeda halnya dengan instrumen musik Afrika sebelum itu, jenbe telah menarik perhatian dunia internasional pada beberapa dekade belakngan ini. Tour-tour internasional perusahaan balet nasional telah memperkenalkan jenbe ke berbagai belahan dunia. Sejak pertenghan tahun 1980-an, berbagai konser dan CD musik jenbe, klas-klas untuk (dan dimainkan oleh) pemain amatir, serta eksport instrumen ini telah menyebebkan booming di Eropa dan Amerika Utara.
Berikut ini akan dipaparkan berbaga perayaan keluarga, balet folkloris pemerintah, dan pasar internasional untuk musik perkusi yang sebagai konteks-konteks berbeda bagi musik jenbe bagi masyarakat Mali metropolis, Bamako.
PERISTIWA-PERISTIWA PERMAINAN JENBE DAN TARIAN DALAM PERAYAAN-PERAYAAN KELUARGA DI PERKOTAAN
Permainan jenbe dan tari di Bamako di adakan dalam konteks dalam ritus-ritus transisi. Pada peristiwa siklus hidup seperti pemberian nama islam ketika seorang anak baru lahir, khitanan, atau pernikahan para anggota keluarga mengadakan peraayaan selama beberapa hari/malam. Mereka mengundang keluarga bedar, para tetangga, para kolega serta mereka yang hanya melintas dan tetap ingin tinggal untuk menyaksikan atau berpartisipasi. Perayaan-perayaan ini, selain membutuhkan makanan dalam jumlah besar dan pertukaran benda-benda ritual, juga di tandai dengan permainan jenbe dan tarian. Pernikahan terdiri dari resepsi yang berlangsung dari satu atau dua malam, mendahului acara utama (Denbatulon) untuk menghormati ibu kehormatan dari pengantin (denbaw), yang menyelenggarakan dan membiayai festifal-festival dan perayaan dalam pernikahan ini. Semua perayaan lokal melibatkan permainan jenbe professional Bamako, dan pernikahan mencakup lebih dari 80% di antaranya.
Hingga tahun 1960-an, perayaan-perayaan yang menggunakan musik jenbe di Bamako merepresentasikan perluasan urban tradisi-tradisi pedesaan tertentu dan transformasi secara etnis, regional atau lokal. Hanya mereka yang telah terbiasa menari dengan iringan jenbe sebelum bermigrasi ke Bamakolah yang melanjutkan tradisi ini di kota. Keluarga-keluarga dari latar belakang sosial, etnis dan regional yang berbeda-beda saat ini mendorong digunakannya jenbe dalam berbagai perayaan. Di anatara mereka adalah masyarakat-masyarakat yang berbahasa manding, seperti Maninka, Bamana, Wasulunka, dan Khasonka, selain kelompok-kelompok dari Bamako Utara dan negara-negara tetangga. Hanya sekitar sepertiga permintaan untuk pemain jenbe professional di Bamako yang terdapat dalam masyarakat ,aninka dan Wasulunka, dua kelompok masyarakat yang dikenal sebagai pusat praktik jenbe. Beberapa keluarga yang tinggal di Bamako menyelenggarakan Soirees dan Santes dengan musik populer, atau perayaan dengan bermain jenbe dan tarian dengan ensambel-ensambel juga selain jenbe, sesuai dengan latar belakang etnis atau daerah mereka. Banyak orang saat ini memilih jenbe tanpa mengetahui bahwa jenbe merupakan bagian dari tradisi mereka sebelumnya.
Bersamaan denga itu kemungkinan ada peristiwa-peristiwa serupa yang menggunakan ensambel jenbe dan musik perayaan lainnya, misalnya suling fulbe, biola, dan ansambel perkusi kalabasa. Selanjutnya ansambel-ansambel ini di mainkan secara bergantian atau simultan, meskipun menempati ruang yang sangat berbeda: biasanya pesta “etnis” di adakan di dalam kompleks dan pesta jenbe di lakukan di jalanan. Kadangkala keduanya di adakan bersamaan, yakni, jika keluarga tuan rumah bersikeras melakukan untuk itu. Melakukan du ahal ini secara bersamaan terkadang bukanlah suatu masalah, tetapi kadang kala juga menimbulkan bnturan musikal yang agak aneh. Bagaimanapun juga, perbedaan dan pandangan-pandangan terhadap ansambel-andsambel ini harus di perhatika. Dalam kasus-kasus yang demikian, terlihat jelas jenbe dapat memenuhi hasrat para wanita muda untuk menari dan tertawa bersama-sama dengan para tetangga, teman, dan para kolega, sementara keluarga yang lebih tua merasa lebih terhibur dan terwakili oleh musik yang menunjukan ikatan dekat dengan tradisi asal mereka.
Sejak kemerdekaan, permainan jenbe telah menjadi permainan integral dari budaya lokal supra etnis Bamako. Gaya dan repertoar permainan jenbe di perkotaan berbeda dengan tradisi jenbe pedesaan. Jika seorang master jenbe datang dari pedesaan Maninka ke Bamako, ia akan terkejut dan hanya bermain selama beberapa bulan. Orang menyebutnya Bamako Foli, “musik dari Bamako”, sebagai sesuatu yang berbeda dari, misalnya, Maninka Foli, “musik dari Maninka”. Repertoar dan gaya musik jenbe Bamako merepresentasikan tradisinya sendiri. Tradisi urban dewasa inilah yang membangun, mencampurkan, dan menciptakan kembali sumber-sumber yang berbeda.
BALET PEMERINTAH SEBAGAI FOLKLOR NASIONAL
Baik dalam kontek perayaan lokal maupun ballet Afrika, para pemain jenbe, penyanyi dan penari saling berinteraksi untuk menciptakan sebuah pertunjukan. Kendati demikian dalam permainan ballet, para pemain jenbe harus memenuhi tuntutan interaksi yang cukup berbeda dari konteks perayaan. Karakteristik musik perayaan memungkinkan seseorang untuk berpartispasi dalam pertunjukan dengan cara menari, menyanyi, atau aktifitas-aktifitas lainnya. Urut-urutan sebuah acara selalu tetap dan disesuaikan dengan kebutuhan gerakan para partisipannya ketika pertunjukan berlangsung. Semua aktifitas yang spontan dapat berpebgaruh terhadap interaksi yang terjadi. Perbedaan peran yang terjadi antara penyaji dan penenton tidak terpisahkan secara kaku dan sarat akan pergantian peran : siapa saja dapt menjadi focus perhatian publik dalam waktu yang terbatas ketika ia melakukan tindakan yang berinisiatif. Para pemain jenbe sendiri memainkan perannya dengan tidak mudah, dan tidak pula terus menerus dalam pertunjukan.
Sebaliknya, dalam pertunjukan ballet, perbedaan antara penonton dan penyaji jauh lebih kaku. Repertoar yang di sajikan di tata di dalam bagian-bagian, di seragamkan dan di buat tetap. Secara artistic pertunjukan ini memadukan elemen dari berbagai sumber berbeda dalam suatu wujud estetika yang baru. Koreografi dan aransemen musik harus dikembangkan dalam latihan formal. Berlawanandengan hal ini, musik perayaan tidak mengandung sebua situasi yang praktis, melainkan sebuah pertunjukan yang sesungguhnya.
Fenomenan ballet pemerintah Afrika Barat bermula dari permerintah colonial Pwrancis, yang bertujuan untuk mengintergrasikan tetater Afrika ke dalam kurikulum para pegawai sipil Afrika pada tahun 1930-an. Di antara para lulusan Ecole normale William ponty (dekat Dakar), banyak yang menjadi tokoh pergerakan kemerdekaan di kemudian hari, yang juga membaw gagasan dan praktek teater Afrika kembali ke negara mereka. Salah satu tokoh yang berpengaruh adalah Modibokeita, yang pada tahun 195-an merupakan walokota Bamako dan kemudian menjadi presiden pertama republic Mali. Pada tahun 1950-an, pmerintah colonial mendirikan pusat kebudayaan yang bertujuan untuk menguatkan praktek teater Afrika dalam sistem hirarkis kompetisi lokal, regional, dan territorial; penutupnya, yakni yang terdiri dari Perancis-Barat-Afrika, di adakan di Dakar.
Pergerakan kemerdekaan rassen blement demokratique Afrikain mengdopsi sistem kompetisi kultural dari penjajah, dan pada tahun 1958, bersama-sama dengan organisasi [emuda internasional lainnya mengadakan sebuah festival barat dan Afrika di Bamako yang memasukan kompetisi-kompetisi atletik dan teater. Setelah kemerdekaan negara Guinea dan Mali dengan segera mengadopsi sisitem hirarkis kompetisi atletik dan kultural di tingkat nasional. Lebih dari itu ballet Afrika, bersamaan dengan ansambel instrumental dan orchestra modern, di institusionalisasikan sebagi folklore nasional dalam bentuk yang kemudian dikenal dengan sebutan “ballet nasional”. Ansambel-ansambel yang dimiliki oleh nregara merekrut para seniman sebagai pegawai negeri sipil untuk kelompok-kelompok tetap untuk memenuhi permintaan publik. Ballet-ballet pemerintah menyaikan folklore dari negara itu, atau yang berasal dari suatu daerah atau dari sub unit administratatif lainnya. Mereka di maksudkan untuk membangun identitas dari entitas-entitas ini dan juga untuk meyajikannya bagi seluruh masyarakat, terhadap perwakilan luar negeri, serta untuk publik dunia secara general. Ballet-allet pemerintah merupakan aspek yang krusial dalam pembangunan identitas nasional Afrika setelah kemerdekaan pada akhir tahun 1950-an dan 1960-an; yang utama dan terutama adalah yang berkembang di bawah kepemimpinan sosialis, seperti di Guinea dan Mali.
Ballet di pemerintah Bamako saat ini terutama eksisi dalam bentuk ballet nasinal Mali yang di jalankan oleh pemerintah, yang di pandang sebagai “rombongan nasional”. Sejak berdiri secara resmi tahun 1962, ansambel tetap ini menggunakan instrumen jenbe sbagi instrumen utamanya. Sebaliknya, dua kelompok resmi lainnya terutama menggunakan instrumen-instrumen griod dan berbagai genre atau dengan instrumen-instrumen Barat dan genre-genre populer. Ballet nasional telah memperoleh penghargaan yang tinggi di Mali dan di luar negeri, dan seperti halnya ballet-ballet pemerintah lainnya, kelompok ini juga memberikan peluang bagi para anggotanya untuk dapat memasuki pasar internasional. Kendati demikian, kelompok ini hanya memberikan upoah yang sangat kecil sebagai pemain jenbe nasional. Poisi ini , meskipun dengan upah yang minim, sangatlah diu incar. Sedukeita, seorang pemain jenbe muda dalam kelompok yang juga belajar dengan saya telah ambil bagian dalam latian harian dan berbagai pertunjukan selam 4 tahun tanpa di bayar dengan harapan ia dapat di berikan sebuah posisiyang resmi. Pada akhirnya ia merubah strategi dan justru bergabung dengan sebuah band komersial.
Pada tahun 1991 negara Mali yang merupakan negara yang hanya satu partai ambruk, demikian juga dengan kebijakan kulturalnya. Ballet nasional, yang selama ini telah menderita karena dikuranginya sponsor negara sejak berakhirnya regim sosialis pada tahun 1968 semakin terbatas dalam hal sumber dan perannya sebagai penjaga kebudayaan nasional. Pemotongan dilakukan oleh pemerintahab demokratis yang baru, namun dampak yang lebih drastic Nampak pada institusi sector kultural lainnya. Ini menghancurkan kompetisi kultural yang antara tahun 1962 dan 1990 telah di perkenalkan dan menyatukan banyak pemuda dalam praktik ballet folkloris di tingkat lokal, regional, dan nasional. Karena sisitem kenegaraan telah menghentikan kesenian ini tahun 1991, kompetisi budaya komersial dan proyek-proyek ballet yang di sponsor oleh swasta dan LSM tidak lagi menghadapi masalah ini.
PASAR INTERNASIONAL
Sejak pertengahan tahun 1980, di Eropa dan Amerika Utara muncul pasar bagi kondser-konser dan CD perkusi brbasis musik jenbe bahka yang lebih jelas lagi adalah penjualan instrumen, klas-klas pemebelajaran jenbe, dan permainan amtir terjadi di dalalm negara-negara industrial pada tahun 1990-an. Jenbe menggantikan conga Afro-cuba di barat sebagai instrumen yang dimainkan secara luas, di mana instrumen ini tidak di mainkan dengan stik tapi dengan telapak tangan. Jenbe benar—benar melewati gendang Ghana dan genre-genre tarian Afrika, juga menarik bagi para peminat perkusi an tari. Industri perkusi terkemuka (remo, meinl, LP, afro percussion dan lain sebagainya) mulai memproduksi jenbe, dan institusi-institusi pendidikan mulai mengundang guru-guru untuk mengajarkan permainan jenbe.
Permainan jenbe dalam studio rekaman, panggung konser, workshop perkusi dan tari, serta sekolah-sekolah, tidak hanya menghadirkan repertoar dan gaya “tradisional” musik perayaan lokal Afrika. Teknik-teknik dan transformasi aransemen yang di kembangkan dalalm konteks ballet menjadi suatu bagian proses mediasi musik jenbe di Barat. Hal ini tampak dari, misalnya, frase-frase sinyal yang menandai awal atau akhir dari suatu bagian atau perubahan ritmuis, dibesarkannya ensambel dengan instrumen pengiring dan bagian-bagiannya, seta kanonisasai repertoar standar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar